Aliran Rasa Komunikasi Produktif
Bismillahhirrahmanirrahiim…
Assalamu’alaikum
wr wb.
Game level
1 tentang “Komunikasi Produktif” telah selesei, namun apakah benar benar
selesai?
Di
dalam game ini , saya memang memilih anak saya (1,5 tahun) sebagai partner
menyeleseikan tantangan, dan hanya menuliskan 10 hari saja. Ingin sekali
menuliskan tiap hari walaupun sudah selesei di 10 hari, namun qadarallah, hari
berikutnya saya sakit dan terbaring 2 hari, si kecil dan disusul suami pun ikut
sakit.
Komunikasi
produktif ini, adalah sebuah pencerahan luar biasa yang saya dapatkan di saat
komunikasi saya memang “kurang tepat”. Komunikasi adalah sesuatu yang mendasar
banget dalam sebuah hubungan, baik itu vertical maupun horizontal. Ya, hubungan
komunikasi kita dengan ALLAH sang pemilik hidup kita, kepada suami, kepada
anak2, kepada orang lain, dan yang tak kalah penting adalah hubungan dan
komunikasi kepada diri kita sendiri.
Bisa
dibilang, dahulunya saya adalah orang yang details, orang yang lebih baik
mempersiapkan sesuatu dengan kerepotan di awal, karena saya tidak ingin
menerima resiko atau akibat di belakangnya, setidaknya berusaha meminimalisasi,
bisa jadi saya dahulu orang yang sebelum melakukan banyak hal saya pikirkan
dahulu akibat akibat apa yang harus saya terima itu, bisa jadi saya lebih sibuk
di depan daripada saya harus menerima complain dari orang lain. Orang yang
lebih baik segera menjelaskan secara details semuanya. Sempat, sempat saya
seperti itu.
Saya
ingat satu sms dari adek kos yang lumayan dekat membalas sms nya, ketika dia
mengirimkan pesan kepada saya sebelumnya.
“Mba
Dias, marah?”, tanyanya di sms berikutnya. “Enggak indah, kenapa?”, balas saya.
“Tumben
mba dias bales sms nya singkat banget”
Well,
banyak hal yang ternyata bisa merubah seseorang, begitu juga dengan saya. Saya
akui komunikasi saya akhir akhir ini sangat amatlah buruk, dan tidak produktif
sama sekali. Karena apa, karena saya lebih memilih banyak diam. Saya berpikir,
ketika itu, “Diam lebih baik”. Silence speaks when word cannot.
Saya harus dihadapkan dengan berbagai masalah, dimana saya difitnah tanpa ada kesempatan saya menjelaskan, saya di judge tanpa ada kesempatan saya klarifikasi, saya dituduh tanpa ada kesempatan saya membela diri, saya dijejali dengan ocehan ocehan yang jujur semua itu menyakitkan bagi saya. dan saya belum menemukan kepada siapa saya harus menjelaskan semua ini, akhirnya saya memilih diam, saya tidak mau berdebat kusir, saya tidak mau lisan yang saya ucapkan lebih menyakitkan dari lisan mereka.saya yang terus terusan di dikte seolah tak ada satupun pemikiran dan aktifitas saya itu benar. Diam atau bicara yang baik.
Saya harus dihadapkan dengan berbagai masalah, dimana saya difitnah tanpa ada kesempatan saya menjelaskan, saya di judge tanpa ada kesempatan saya klarifikasi, saya dituduh tanpa ada kesempatan saya membela diri, saya dijejali dengan ocehan ocehan yang jujur semua itu menyakitkan bagi saya. dan saya belum menemukan kepada siapa saya harus menjelaskan semua ini, akhirnya saya memilih diam, saya tidak mau berdebat kusir, saya tidak mau lisan yang saya ucapkan lebih menyakitkan dari lisan mereka.saya yang terus terusan di dikte seolah tak ada satupun pemikiran dan aktifitas saya itu benar. Diam atau bicara yang baik.
Tapi
apakah selamanya diam itu lebih baik? Dan ini ternyata lambat laun menjadi
habbit saya. Saya yang dulunya periang, kemudian jadi pemurung. Saya yang
dulunya beberapa kali mendapatkan amanah untuk berbicara di depan, diamanahi
untuk menjadi juru bicara, sekarang hanya seperti orang yang diam seribu bahasa,
saya pun berada di titik lelah saya, lebih baik saya diam, agar tidak terjadi
pemberontakan diri pada akhirnya.
Ternyata
ini, kesalahan besar. Habbit yang buruk seolah mendarah daging, untuk membenahi
segalanya tidak bisa instant.
Saya
terus berdoa semoga diberikan hidayah oleh ALLAH SWT.
Allah
pun memberikan petunjuk pada saya, dengan satu materi “Komunikasi Produktif” di
kelas bunda sayang. Materi ini pun saya terapkan dalam komunikasi pribadi
dengan diri saya sendiri, agar saya lebih sayang terhadap diri sendiri,
mengapresiasi diri sendiri dengan komunikasi yang baik. Membangun pola dan
habbit komunikasi yang baik dengan suami dan anak anak.
Saat
itupun saya juga tengah mendengarkan kajian kajian, salah satunya ceramah dari
ustadz Khalid Basalammah, tentang kunci hidup tenang, adalah jangan pedulikan
ucapan orang, dan kita pun harus menjawab opini mereka, agar mereka juga
mengerti pada akhirnya.
Materi
komunikasi produktif seperti memetakan point point agar saya lebih focus dan
gigih untuk mencapai titik yang akan dicapai itu, dikuatkan lagi dengan
tantangan 10 hari, yang secara tidak langsung akan melatih kita, membentuk pola
berulang, yang nantinya diharapkan bisa mencapai tahap “Autonomi” atau habbit
setiap hari, nafas dalam setiap komunikasi.
ü
KOMUNIKASI
DENGAN DIRI SENDIRI
Tantangan
terbesar dalam komunikasi adalah mengubah pola komunikasi diri kita sendiri.
Karena mungkin selama ini kita tidak menyadarinya bahwa komunikasi diri kita
termasuk ranah komunikasi yang tidak produktif.
Aliran
rasa: bismillah, mulai sekarang pun saya berusaha berkomunikasih dengan diri
sendiri, apa sebenernya yang terjadi, yang dirasakan, inginnya seperti apa,
sayangi diri sendiri, mencari ilmu itu wajib, mendengarkan nasihat itu penting,
tapi ada satu hal lagi, dengarkan kata hati sembari terus berdoa agar hati kita
dibimbing ke arah jalan yang benar, yaitu ridhlo ALLAH SWT. Berikan kenyamanan
pada diri sendiri dengan komunikasi produktif pada diri sendiri, selalu
berusaha berpikir positif, berkhusnudzon agar setiap yang keluar dari bisikan
hati, pemikiran, mulut, kosakata dan perilaku pun sesuatu yang bernilai
positif. Sehingga hati jiwa dan raga pun tetap menghasilkan komunikasi
produktif yang sehat.
Ya,
komunikasi hati, batin, jiwa dan raga kita dengan ALLAH pun adalah kunci utama
semuanya.
ü
KOMUNIKASI
DENGAN PASANGAN
Pernikahan kami memasuki usia
ke 2,5 tahun. Dimana kami berdua bukan siapa siapa sebelumnya, kemudian suami
datang melamar dengan tiba tiba dalam penantian panjang menunggu datangnya
jodoh. Kami yang dahulunya tidak saling mengenal, dibesarkan dengan perbedaan
latar belakang yang bisa dibilang mencolok sekali, suami dibersarkan dalam
keluarga yang sangat mapan dan lebih dari berkecukupan segalanya baik materi
maupun kasih sayang dan didikan yang sangat bagus. Saya dibesarkan dan tumbuh
menjadi dewasa dengan perjuangan dan harus mandiri segala sesuatunya.
Perbedaan itu bukanlah yang
menjadi hal berasa, karena Alhamdulillah suami dididik dengan arti perjuangan
juga walaupun sangat amat berkecukupan.
Ternyata justru yang menjadi
tantangan adalah, ketika suami saya adalah orang yang sangat cuek perasaan
dengan perempuan. Yang belum pernah menjalin hubungan dengan wanita sebelumnya,
yang hanya dekat dengan wanita yaitu mama dan kakaknya. Komunikasi dari hati ke
hati kami berdua dimulai dari 0. Challenge pun kita mulai dari sini.
Komunikasi produktif sangat
dibutuhkan, berkali kali komunikasi kami berjalan seperti satu arah, seperti
berjalan pincang satu kaki, tertatih, jatuh tersungkur, menangis, lelah iya,
bingung pasti, dan sempat hampir putus asa.
Pernah saya bilang kepada
beliau. “Kita sekarang sudah menjadi suami istri, saya yang dulunya berjalan
sangat berhati hati, apa apa yang membahayakan di depan di samping kanan kiri
belakang, saya harus tau, saya berusaha untuk menghindarinya,
Sekarang kita berjalan berdua,
jalan nya sudah pasti berbeda dengan jalan dahulu, karena kita tidak sendiri,
sekarang kita keluarga, apa apa yang engkau tau dari apa apa yang seharusnya
saya hindari, dari apa yang seharusnya saya kerjakan, beri tahu saya, informasi
dua arah, komunikasi dua arah, ini yang kita butuhkan saat ini, agar langkah
kita berdua bisa seiring sejalan, saling mengerti dan memahami, iya sevisi dan
semisi”
Tapi apa ini salah beliau, apa salah saya
juga? Tidak, semua wajar. Hanya satu yang kami butuhkan, yaitu membangun
komunikasi produktif. Saya yang mendapatkan ilmu ini bukan? Suami yang
mengijinkan saya mengikuti kelas perkuliahan di IIP, jadi saya lah yang harus
memulai semuanya. Bukan berarti suami tidak berusaha, bukan, tetapi lagi lagi
saya sebagai wanita biasa, yang mungkin belum membaca komunikasi produktif yang
dibangun suami seperti apa, dengan metode seperti apa.
Lepaskan ego, mari kita sama
sama bangun komprod diantara kita. Untuk membangun ini, bukan sekedar hanya
komunikasi, tapi kita harus punya strategi, agar bukannya lelah dan kesal yang
kita temui, karena tak kunjung merasa klik keduanya, tetapi pencapaian
komunikasi produktif yang menjadi jalan terwujudnya cita cita keluarga, sehidup
sesurga.
beberapa kaidah yang dapat
membantu meningkatkan efektivitas dan produktivitas komunikasi
1. Kaidah 2C: Clear and Clarify
2. Choose the Right Time
3. Kaidah 7-38-55
4. Intensity of Eye Contact
5. Kaidah: I'm responsible for my communication
results
Memang tepat, point point di
atas sangat membantu tercapainya komunikasi produktif yang efektif.
Walaupun
jujur, semua itu tidak semudah saya menuangkan dalam tulisan, tapi saya
percaya, sehari, dua hari sepuluh hari dimulai dari tantangan ini, kemudian
yang pasti dengan mengharap rahmat dan kemudahan dari ALLAH SWT, jika kita
terus terapkan dalam kehidupan sehari hari, akan ada perubahan besar, perubahan
yang amazing dalam diri kita, dalam keluarga kita dalam lingkungan sekitar,
karena we just try to make it better, then we try to fix it. Jika mulai lelah
lupa dan menyerah, ingat ada jutaan orang berhasil membangun komunikasi
produktif, dan kita? Kita pasti lebih bisa, menjadikan semua auto, menjadi good
habbit.
ü
KOMUNIKASI
DENGAN ANAK
Bersyukur bisa bergabung dengan
IIP disaat anak saya masih bayi, ada banyak bekal yang bisa diterapkan dalam
pola asuh sejak dini, termasuk komunikasi produktif ini. Agar lebih mudah
menjadikan semua habbit sejak dini. Karena apa? Anak –anak itu memiliki gaya
komunikasi yang unik. Mungkin mereka
tidak memahami perkataan kita, tetapi mereka tidak pernah salah meng copy.
a. Keep Information Short &
Simple (KISS)
b. Kendalikan intonasi suara dan
gunakan suara ramah
c. Katakan apa yang kita inginkan,
bukan yang tidak kita inginkan
d. Fokus ke depan, bukan masa lalu
e. Ganti kata ‘TIDAK BISA” menjadi
“BISA”
f. Fokus pada solusi bukan pada
masalah
g. Jelas dalam memberikan pujian
dan kritikan
h. Gantilah nasihat menjadi
refleksi pengalaman
i. Gantilah kalimat interogasi
dengan pernyataan observasi
j. Ganti kalimat yang
Menolak/Mengalihkan perasaan dengan kalimat yang menunjukkan empati
k. Ganti perintah dengan pilihan
Dan sayapun
termasuk team yang suka membuka “contekan” point point di atas saat
berkomunikasi dengan si kecil. Lagi lagi agar semua lebih efektif dalam
pencapaian tujuan dari komunikasi tersebut.
Mendidik
anak sejak dini, yang paling utama hal dalam komunikasi, bagaimana membangun
membentuk semua ini dari awal. Komunikasi bukan sekedar ucapan, kata, verbal,
tapi termasuk komunikasi dari hati ke hati, dari doa ke doa, dari fisik ke
fisik, dari pemikiran ke pemikiran, semuanya.
Emosi yang
kadang naik turun, semangat yang kadang muncul dan tenggelam, semua harus ada
satu yang mengikat agar lagi lagi kembali ke track yang tepat, agar tidak
semakin jauh mengarah pada kekeliruan. Agar tidak ada penyesalan di kemudian
hari, agar si kecil pun tumbuh menjadi manusia yang memiliki akhlak yang baik,
dengan komunikasi yang baik pula.
Intinya,
setelah dapat ilmu, yok ayook , semangatttt membangun komunikasi yang
produktif.
Palembang,
September 27, 2018
Komentar
Posting Komentar