Aku dan Sepupuku
Awalnya tak banyak yang tau kalau kami adalah saudara sepupu. Pernah suatu ketika dia mengantarkanku ke tempat pemberhentian bus ketika aku mau ke luar kota. Ups, kudengar suara bapak2 sedang membicarakan kami “ya begitulah klo masih pacaran, kmana2 dianterin, diperhatiin, coba aja giliran udah nikah pasti gak segitu banget”..xixi… ingin sekali aku menoleh karena pembicaraan mereka terdengar menggelikan, tapi kuurungkan, hehe…belum tau dia…
Mungkin baru beberapa tahun terakhir ini kami semakin deket, tepatnya sejak aku lulus SMA. Kami dibesarkan di kota yang berbeda, hanya dari kecil mungkin ketemu klo pas lebaran atau pas main aja, itupun dia lebih sering bergaul sama saudara2ku yang cowok, sedangkan aku sibuk dengan saudara perempuanku.
Tak ada yang mengira jika akhirnya kami kuliah dengan mengambil tempat kuliah dan program studi yang sama, dia sebenarnya angkatan satu tahun di atasku sempat ambil kuliah jurusan informatika lalu tahun berikutnya kami bertemu di kampus yang sama, hanya saja kami beda kelas, aku ambil kelas pagi dia kelas sore. Kondisi ini memang sangat menguntungkan, kami bisa saling tukar informasi mengenai tugas atau apalah tentang kuliah antara pagi dan siang.
Awalnya memang tak banyak yang tahu kami adalah sepupu. Umur kami beda satu setengah tahun, tapi karena adat keluarga Jawa aku harus memanggil dia adek karena ibunya lebih muda dari ibuku, diapun harus memanggilku “Mbak”, dan ternyata kebiasaan kami tercium oleh teman2 sekelas dia ataupun teman kelasku, banyak dari teman2 kelasnya ikut2an manggil aku mbak, teman terdekatpun jadi manggil dia dek. Kebiasaan memanggil adek, membuatku lupa bahwa aku lebih muda satu setengah tahun dari dia. Mungkin bisa jadi aku terlalu nglamak jadinya mentang2 dipanggil mbak, tapi aku pikir tidak, karena aku bukan tipe seperti itu, meskipun dia memanggilku mbak, tetap saja aku terlalu manja padanya.
Dia sepupu yang sabar, pastinya aku adalah sepupu yang paling sering ngrepotin dia. Minta ini minta itu. Menjemputku untuk nyari maem malam bareng bukan lagi hal yang aneh, hanya saja waktu kuliah kami tak pernah curhat masalah hati, karena aku memang don’t care about gituan, tapi tidak ketika aku sudah mulai merasa tua seperti ini. Tepatnya beberapa bulan sebelum kejadian itu.
Bersepeda motoran ngebut itu adalah kebiasaannya, dan itu yang justru aku sukai ketika penat sudah memenuhi otakku, biasanya dia mengajakku jalan malam berkeliling kota yang dingin itu. Dengan begitu hilang sudah penat yang memenuhi rongga pikir yang menyempit. Bakso bakar, bakmi goreng pedes watu gong, lalapan, warung sumbersari, ato manalah adalah tempat tujuan kami. Setelah lulus kami jarang ketemu, aku berangkat ke Jakarta diapun ke semarang, tapi ternyata kami dipersatukan di kota yang panas ini, ketika aku dipindahtugaskan.
Kami hanya sering ketemu di kantorku, karena kebetulan kantornya mengerjakan project kantorku, ato mungkin sekedar main dan selalu membawa bingkisan makanan atau oleh2 ketika dia abis pulang kampung. “Pilus Arab”, itu makanan yang sering dia bawakan buatku maupun saat kuliah dulu. Dan herannya pilus arab yang kubeli sendiri tak seenak yang dia bawakan buatku.
Tak ada yang tau juga klo akhirnya kita skantor, bener2 aku bersyukur meskipun gak tinggal bersama orang tua, tapi aku hidup bersama orang2 yang menyayangiku. Dia yang begitu baik, aku memang sudah menganggapnya seperti adekku sendiri, meskipun dia lebih dewasa tapi terkadang aku lebih suka nganggep dia seperti kakak kandungku. Tapi males banget klo dia udah kumat isengnya, dan terkadang suka nggodain aku tentang seseorang yang mengusik hatiku. Puff………..dan kebiasaan itu tetep ada sampe sekarang.
Sempat dia mau aku comblangin dengan sahabatku, tapi apa jawaban dari mereka berdua. Sepupuku bilang” aku sudah menganggap dia kayak embak sendiri, lhah lak lucu hehe..”. sedangkan sahabatku juga “Lha , udah kayak adek sendiri, mungkin klo baru kamu kenalin aku mau, ini terkadung akrab begini xixi….”. memang mereka berdua sudah akrab cukup lama, sahabatku manggil diapun dek, begitu juga adekku manggil dia juga embak, dan kami sudah kayak saudara sendiri.
Dia lebih dewasa dan lebih paham tentang pondasi hidup, kadang aku diingetin agar kembali ke jalur yang benar (sepeda motor dan angkutan umum sebelah kiri, mobil sebelah kanan wkwkw…) tapi dia juga lebih miring dari aku, lebih error dari aku. Punya kebiasaan yang sama (sensor ******thiiiittt, hanya orang2 terdekat dia or aku yang tau), sama-sama suka pedes. Hmm jadi inget jaman kuliah dulu, pas weekend, aku dan saudara2 sepupuku berempat berencana nginep di rumah saudara kami di kota sebelah, naek motor sepasang-pasang, pas maem tinggal aku dan dia yang makan, sambel di mangkuk nyaris tak berbekas, dan kamipun berbisik2, nanti klo sambelnya dicariin gmn wkwkkw. Ato pas mau nyari makan, kami suka makan di warung daerah sumbersari karena sambelnya yang mantap di taruh di cawan besar, dan kita bisa mengambil sepuasnya, tak peduli sang pemilik warung ngomel2 sambelnya dirampok.
Tapi,
Hari itu 29 November 2009, sesuatu terjadi, sesuatu yang tak bakal terlupa.
Yap weekend yang panjang, kebetulan saudara kami melangsungkan pernikahan, semua keluarga bakal datang, aku dan sepupuku sempat janjian untuk bertemu, tapi karena ada kerjaan dia memutuskan untuk membantu team menyeleseikan pekerjaan itu, sebenarnya itu bukan tanggung jawabnya, tapi pihak kantor meminta dia membantunya. Aku hanya bertemu ibunya dan saudara2 yang lain, dan ibunya juga menyayangkan perihal dia yang gak bisa dateng karena ada kerjaan.
Sebelum berangkat ke acara nikahan kami masih saling mengirim pesan singkat, seusai acara aku dianter saudaraku ke terminal untuk kembali ke Surabaya, karena besok aku harus sudah mulai masuk kerja lagi. Di dalam bis pun seperti biasa aku terkadang memilih memejamkan mata untuk menghilangkan rasa bosan dan lelah, selang dua jam lebih, tiba-tiba ponselku berdering, sebuah kabar kuterima, aku yang tengah di dalam bis tak begitu konsen hingga pembicaran singkat itu membuatku tak lagi bisa berpikir jernih.
Avanza vs Truck Traillor, minggu 29 November 2009, siang hari, kecelakaan itu terjadi, naasnya sepupuku itu adalah salah satu yang berada di mobil Avanza putih itu. Ku pastikan kebenaran berita itu, kutelpon HP sepupuku dua duanya berkali-kali tak diangkat, terakhir suara laki2 yang mengangkat, laki2 itu adalah seorang polisi yang menangani kasus kecelakaan itu dan membenarkan berita tersebut. Ku pastikan lagi, kutelpon kakakku mengenai kebenarannya, awalnya masih ditutupi, mereka berencana memberiku kabar setelah aku tiba di Surabaya, agar aku tidak khawatir di tengah jalan, tapi ternyata aku lebih cepat mendapatkan berita itu. Aku memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanan ke Surabaya tapi berbalik arah ke Solo, karena kudengar kondisinya cukup memprihatinkan, aku turun di terminal setempat tepat ketika berita terjelas kudapatkan. Seturunnya dari bus, hanya menunggu beberapa menit saja sebuah mobil hitam membawaku, yap teman2 yang berangkat dari Surabaya untuk menangani kecelakaan tersebut, di sepanjang perjalanan ekspresiku masih datar, masih belum 100% percaya akan hal itu, berita yang kuterima terlalu mengerikan. Dari lima orang di dalam Avanza itu, kondisi terparah adalah sepupuku, dia mengalami patah tulang leher dan tulang belakang, astagfirullahalngadzim. Aku hanya berpikir mungkin orang2 terlalu panik sehingga mereka dengan mudah menyimpulkan seperti itu. Setiba kami di Ngawi, tempat terjadinya kecelakaan itu, ternyata sepupuku sudah di bawa ke Solo untuk mendapatkan pertolongan secepatnya. Aku hanya mendapatkan foto kondisi terakhir Avanza itu, Astagfirullah, separah itu kah. Hari itu sudah menunjukkan tengah malam, tapi kami harus menyeleseikan beberapa urusan dengan beberapa instansi dan aparat, baru kemudian keesokan harinya kami menuju ke Solo, aku ditemeni kakakku juga.
Sesampainya di rumah sakit Solo, aku harus memakai baju hijau, baju yang dipakai pengunjung untuk menjenguk pasien di ruang ICU, itupun harus bergantian, mereka memberiku giliran pertama masuk. Astagfirullah, sungguh rasanya aku masih tak percaya melihat kondisi sepupuku, sepupu terdekat yang kumiliki, sepupu yang sekaligus sahabatku, sepupu yang kadang menjadi adekku, tapi lebih sering jadi kakakku, aku hanya diam, tak satupun tetes air mata ini turun, karena apa?? Ketegaran, kekuatan, keikhlasan dan ketabahan di kedua matanya sungguh kuat untuk membantuku menahan tetesan air mata ini, meskipun seribu pertanyaan muncul, pertanyaan2 yang semakin membuatku tak tahu harus bagaimana di ruang ICU itu. Dia masih tetap saja tersenyum seolah tak merasakan sedikitpun sakitnya seluruh tubuhnya. Kabel-kabel terpasang dimana2. Penyangga lehernya tak mengijinkan dia menoleh, hanya matanya tetap tersenyum dan bersinar, sesekali dia minta tolong, mbak tolong naikkan selimutnya. Kalimat pertama yang diucapkan, “Alhamdulillah, ALLAH masih sayang aku ya mbak”. Setiap rasa sakit itu penghapus dosa ya mbak? Ya karena dosaku terlalu banyak mbak (aku hanya diam, dan menggumam kamu adalah sepupu terbaikku dek, tapi tetap aku tak boleh menangis). belum banyak yang kami bicarakan, aku harus keluar karena bergantian, yang lain juga ingin melihat kondisinya, ketika aku keluarpun aku masih tak tahu aku harus bagaimana, aku melihat mata kedua ibunya, mata yang menyimpan duka, dan terkadang kedua mata kedua ibunya meneteskan air mata. Tapi semua tetap ikhlas, menerima semua dengan harapan positif pada Yang Maha Berkehendak.Aku hanya mencoba menata nafasku, aku tak boleh menangis. ponselku pun tak berhenti berdering ketika teman2 kami menanyakan kondisinya, masih sama aku hanya bilang “ Prediksi sementara, mengalami patah tulang leher dan tulang ekor, tapi itu hanya prediksi manusia, tapi ALLAH pasti punya rencana lain”, itu adalah jawaban yang kuberikan setiap kali ku menerima pertanyaan dari siapapun. Karena aku memang masih belum percaya dan jawaban itu sekaligus untuk menghibur diriku sendiri.
Kulihat kakakku menangis keluar dari ruang ICU, akupun tak kuasa menahannya, tetesan kecilpun turun, tapi segera kuusap, aku tak boleh menangis, dia lebih tegar dari semua ini, jadi aku tak boleh merapuhkan ketabahannya dengan tangisanku. Itu saja yang ada di pikiranku.
Setelah semua bergantian menjenguk, aku diperbolehkan masuk lagi, dan aku pastikan aku tak akan menangis apapun isi dalam otakku. Kami bercerita, diapun memintaku untuk menyuapi kue dan membantunya minum, sesekali minta bantuan memindahkan tangannya. Ketika kutanya apa yang dia rasakan dia hanya menjawab “Sungguh Luar biasa mbak, aku saja yang mengalami, jangan ada orang lain lagi yang mengalami seperti ini”. Kemudian dia bilang “mbak tangan dan kakiku masih belum bisa digerakkan, jari2ku belum terasa”.
Tapi dia masih tetap tegar dan tersenyum, “Mbak boleh aku minta tolong, tolong updatekan Facebookku”. Ku raih ponselku lalu ku buka accountnya untuk mengupdate status FBnya. (Ampuun ni bocah masih error juga, pikiran itu sempat terlintas di kepalaku, tapi memang status FB itu setidaknya bisa mengurangi kekhawatiran orang2 yg tak bisa langsung menemuinya). “Alhamdulillah, ALLAH memberiku anugerah yang luar biasa, semoga aku bisa menjalaninya dengan ikhlas, mohon doanya”. Kurang lebih seperti itu isinya, kutuliskan di bawah nya “Status ini diketik oleh saudara sepupunya atas permintaannya”.
Ibunya menggandengku menuju mushola untuk melaksanakan sholat dhuhur, spanjang koridor rumah sakit, semangat dan putus asa dari kedua matanya dan setiap katanya sepertinya silih berganti menguasainya. Beliau hanya bercerita, kemungkinan untuk operasi sangat kecil mbak, dokter hanya bilang hasilnya antara “berhasil, lump*h, atau saluran pernafasan yang terganggu”. Sepertinya beliau ingin segera dioperasi saja agar putranya segera sembuh dan bisa melewati hari demi hari dengan normal. Aku masih tetap tak berani berpikir apa2, aku hanya tak ingin terjadi apa2 yang lebih mengkhawatirkan pada sepupuku ini.
Mungkin dorongan yang kuberikanpun tak ada seberapa dibandingkan ketegaran, keikhlasan dan ketabahannya. Selama perjalanan disana, ponselku berkali-kali berdering, panggilan interview di Jakarta untuk perusahaan yang menjadi salah satu incaranku, dan aku harus disana dua hari berikutnya, sepertinya kuabaikan begitu saja.
Setelah beberapa berbincang kami harus kembali ke Surabaya terlebih dulu harus membereskan urusan tentang kecelakaan itu.
Ketika kembali ke Surabaya, kulalui hari2 ku dan sepupuku masih terbaring di ruang ICU, nampaknya semua biasa saja, tapi tetap ada yang kurang, aku yang biasanya beli nasi dua bungkus, sekarang beli cuma satu, biasanya menawariku beli maem siang, biasanya selalu ada yang berebutan kipas angin, sekarang kipas angin itu hanya duduk untukku, biasanya ada yang minta tisyu atau sekedar menggodaku, sekarang tidak ada lagi. Ketika sholatpun, tak jarang kami berjamaah.
Kemanakah tukang usil itu, kemanakah cowok yang suka nggodain aku, kemanakah cowok yang suka ngajak makan di luar itu, kemanakah cowok yang suka minjem helm itu, kemana dia yang tiba2 nongol di depan membawa plastik putih bertuliskan ****mart yg brisi camilan, kemanakah dia yang suka ngajak aku ngebut, kemana? Kemana? Kemana?
Beberapa hari kemudian aku ke Solo lagi, dia sudah dipindah ke ruang paviliun, tapi operasi belum bisa dilakukan, menunggu hasil observasi dan professor yang siap menanganinya. Tetap ketabahan dan ketegaran tak berkurang sedikitpun, tapi mungkin dia sudah merasa lelah? Tak ada yang tau, hanya saja sepupu kami yang perempuan mengajakku bercerita, “terkadang kami bingung mbak, dia gak pernah mengeluh sakit, hanya kadang mengucap Alhamdulillah, subhanallah, atau istighfar, stiap ditanya sebelah mana yang sakit, dia hanya tersenyum.”
Aku masih ingat, Sebuah pesan singkat kuterima, dan aku sempat perih membacanya, “Mbak masih nyimpen di HP gak, foto kita di pantai senggigi yang lompat bertiga? Tolong MMS in dung”, Sebulan sebelum kecelakaan terjadi aku dan dia sempat pergi ke Bali dan ke Lombok, dan kami sempat foto bertiga, aku dia dan teman kami, dengan pose lompat di tepi pantai senggigi, aku yang waktu itu tak bisa lompat setinggi mereka sempet digodain, wah “Mbak Diaz gimana mau lompat tinggi, lha sayapnya aja belum tumbuh” dan kami pun tertawa bareng, memang porsi tubuhku paling kecil diantara mereka. Setelah kuterima isi pesan singkat itu, sempat pikiran aneh muncul, tapi langsung segera kutepis, ku balas isi pesan itu ”gak ada dek, ada di Laptop, dan ini lagi di luar gak bawa Laptop”. Mungkin itu jawaban terbaik yang kuberikan dan menggumam dalam hati “Aku yakin sayapmu akan tumbuh lebih kuat, dan kamu bisa melompat lebih tinggi, bahkan bisa terbang meraih bintang yang bersinar, (aku nitip satu ya dek, bintangnya).”
Operasi akhirnya dijalani, meskipun sempat tertunda, karena mendadak kondisinya drop, demam, kami hanya saling tukar kabar lewat sms atau telpon, tepatnya setelah dia mampu berkomunikasi lewat telpon, biasanya aku hanya menelpon/sms saudara2 yang menemaninya di RS.
Ternyata memang benar, semua itu hanya prediksi manusia saja, karena ALLAH punya rencana besar lain, operasipun berhasil dilakukan. Sebenarnya ingin sekali aku menungguinya operasi di Solo, tapi aku punya tanggung jawab pekerjaan dan kuliah. Setelah dia sadar Profesor2 yang menanganipun berkata “You are a lucky boy”. Yap, karena setelah semua yang terjadi dia bisa melewati hari-harinya. Kesabaranya masih tetap teruji, dia harus bersabar dan telaten menjalani terapi agar bisa kembali seperti dulu, perlahan-lahan jari jemari bisa digerakkan, kedua tangan dan kedua kakinya.
Bulan januari dia keluar dari rumah sakit, tapi masih dengan kondisi leher dengan penyangga, tiap hari dia menjalani terapi. Perlahan dia sudah bisa berjalan meskipun belum sempurna seperti sebelumnya, dia lewati hari2nya dengan mendekatkan diri pada sang pencipta. Dan menjalani terapi dengan penuh semangat, sabar, dan tlaten. Dan semua itu ternyata tidak sia-sia. ALLAH mendengar doa nya, doa orang2 yang mendoakannya.
“Mbak, aku kangen scorpionku”, yap setelah kecelakaan itu scorpion hitamnya akhirnya dijual, karena tak dipakainya lagi, yap mungkin ALLAH akan menggantinya dengan Terios hitam yang masih mulus. Amin.
Kini kondisinya sudah semakin membaik, hanya sms, telpon atau chatting saja, tapi keusilan dia tidak sedikitpun berkurang. ketika sepupuku perempuan main ke tempatku, tiba2 dia mencubitku sekuat tenaga, terang aja aku teriak gak karuan, dengan tersenyum gadis itu bilang “ini titipan dari sepupunya mbak diaz, tadi nitip minta tolong dicubitin”. Bener deh ni anak, gak bisa sedikitpun tanpa keusilan. Anyway, Dia selalu baik pada siapapun, memang dia adalah “WAHYU” yang dikirim untuk orang-orang di sekitarnya.
Bulan depan insya ALLAH dia kembali ke Surabaya untuk bekerja lagi, dan menjaganya, menemaninya, mengantarkannya, mungkin itu salah satu keingingan orang2 terdekatnya, INSYA ALLAH, karena dia adalah sepupu terbaik yang kumiliki.
Sepasang sepatu fantouvel hitamnya masih utuh di depan kamarku, siap menunggunya kembali.
aq menjulukinya " Su Ngawi " superman asal ngawi... tak pernah sedikit pun aq melihatnya marah... yg ada mukanya slalu merah ( klo di kecengin ) xixixi.... slalu tersenyum utk org disekitarnya... the great best friend i ever had :)
BalasHapusjadi Kangen manggil usil dy " mas..mas..mas wahyuuu ...."
BalasHapuslgsung deh senyum genit nya merekah ... ^_^
The Strong Man, but Not Superman ... b^_^d